Perkembangan sejarah Warenhuis turut mencatat pula perkembangan wilayah Deli menjadi Kota Medan yang kompleks dan modern
![]() |
WarenHuis ( Sumber Gambar : flickr.com ) |
WarenHuis - Wisata Sejarah - Sejalan dengan laju perubahan zaman dan gaya arsitektur bangunan yang menyertainya, bangunan-bangunan yang ada sejak permulaan terbentuknya kota Medan perlahan mulai hilang. Banyak bangunan dengan gaya arsitektur yang unik dan signifikan hilang dan berganti dengan bangunan-bangunan komersial yang hanya mengutamakan fungsi.
Adaptive reuse sebagai usaha pelestarian dan perlindungan yang akan
menciptakan sebuah fungsi yang optimal dengan tetap melindungi ataupun
memelihara keaslihan dari sesuatu yang ingin difungsikan baik dari fisik bangunan,
nilai sejarah tempat atau bangunan tua tersebut
Upaya merevitalisasikan Gedung Warenhuis melalui pendekatan adaptive
reuse berupa penggunaan gedung ini dengan fungsi baru.
tepatnya menjadikan
gedung Warenhuis ini sebagai museum/ galeri sejarah Kota Medan
Fokus penelitian membahas tentang bagaimana memfungsikan gedung yang
tidak terawatdan tidak berfungsi optimal menjadi gedung yang berfungsi optimal
sehingga gedung terawat dengan fungsi barunya, dimana penmberian fungsi baru
pada gedung tidak menyalahi teori-teori yang berlaku pada upaya konservasi
bangunan bersejarah.
Sejarah Gedung WarenHuis
![]() |
Warenhuis, Gedung Heritage Pasar Modern Medan Zaman Hindia Belanda ( Sumber Gambar : urbanasia ) |
Perkembangan wilayah Deli yang kemudian dikenal sebagai
Kota Medan menjadi saksi keberadaan aspek-aspek pendukung kehidupan;
keberadaan perkebunan tembakau yang menjadi denyut kehidupan masa itu,
kehidupan multi-etnis yang menjadi bagian keberagaman dan interaksi dan
sarana transportasi kereta api yang menunjang aspek mobilitas perkebunan
dan penduduk. Hal tersebut memberi tinggalan berupa fisik-fisik
bangunan yang memuat beragam cerita menarik dan mampu menjadi sarana
reflektif kehidupan masa kini.
Keberadaan bangunan sebagai penunjang kegiatan aktifitas masa itu
dipengaruhi oleh pola interaksi masyarakat yang multi-etnis, hal ini
tergambar dari pola tata ruang bangunan, arsitektural bangunan yang
vernakularis hingga keterkaitan dengan masa art-deco yang turut menjadi
warna fisik bangunan.
![]() |
Gedung WarenHuis Masa Hindia Belanda ( Sumber Gambar : pinimg.com ) |
Keberadaan bangunan bersejarah Warenhuis di Kota Medan menjadi
sebentuk kajian preservasi terhadap keberadaan bangunan bersejarah di
Kota Medan, yang tidak hanya sebagai tinggalan masa lalu semata
melainkan juga sebagai simbol keterkaitan sejarah antar masa dan juga
sebagai bagian kekayaan arsitektural Kota Medan yang beragam.
Warenhuis adalah sebuah bangunan bersejarah zaman Belanda yang masih berdiri tegak di Jalan Hindu Medan.
Letaknya tidak jauh dari Masjid Bengkok. Dahulu kala, gedung megah
Warenhuis adalah supermarket toserba tempat menjual bahan-bahan pangan
dan perabotan rumah tangga.
Di depan pintu masuk Warenhuis tertoreh tulisan, “op den 16:2:1919,
werd voor dit gebouw, de eerste, steen gelegd door, Daniel Baron Mackay
Burgermeester Van Medan,” diartikan kira-kira seperti ini: “Peletakan
batu pertama Warenhuis oleh Wali Kota Medan, Daniel Baron Mackay, pada
Hari Minggu, 16 Februari 1919.” Warenhuis yang berada di Jalan Hindu
sangat menarik untuk diteliti ulang.
Awal mula gedung dibangun, gedung ini berfungsi sebagai kamar dagang
Belanda, lalu beralih fungsi sebagai gedung opera dan setelah Indonesia
merdeka gedung ini menjadi gedung perkantoran.
Bangunan berukuran sekitar 15 x 30 meter itu memiliki bungker sebagai
area menyimpan barang dagangan (gudang) sebelum disajikan kepada
pembeli. Supermarket ini menjual berbagai jenis barang, mulai makanan,
pakaian, hingga produk elektronik. Dulunya hanya orang-orang kaya
pribumi, bangsawan, Eropa dan Cina yang dapat berbelanja di toserba ini.
Gedung ini bisa menjadi saksi dan bukti kalau sistem perdagangan di
Kota Medan sudah maju sejak lama. Akan tetapi, keberadaan Medan
Warenhuis akhirnya tersingkir begitu Jepang masuk ke Kota Medan.
“Keberadaan supermarket ini hanya bertahan sekitar 23 tahun. Karena
sekitar 1942 pemilik supermarket kembali ke Belanda lantaran kondisi
Medan yang sudah mulai tidak kondusif, dijajah Jepang,” kata Erond
(Sekretaris Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial (PUSSIS) Unimed).
Setelah dilepas pemilik supermarket, keberadaan bangunan masih tetap
kokoh. Bahkan bangunan tersebut sempat dijadikan salah satu kantor oleh
pemerintah, yakni sebagai Kantor Departemen Tenaga Kerja.
Fungsi WarenHuis Pada Masa Hindia Belanda
Sejak 1918, Medan pun menjadi sebuah kota tempat bertemunya
pemilik modal dan pengguna modal, dari hampir seluruh bangsa di dunia
dan suku di Indonesia. Berbagai elemen yang ada pun memainkan perannya
secara maksimal pada bentuk wujud baru tanah Deli ini. Bangsa Arab,
Punjab dan Tionghoa contohnya, mereka secara harmonis memajukan
perekonomian Medan dengan keahlian dagang yang mereka miliki.
![]() |
Beberapa
golongan Tionghoa juga tercatat menjadi ahli dalam bidang perkayuan di
kota baru ini. Suku Jawa, etnis Tamil dan beberapa golongan Tionghoa
menjadi motor dalam memajukan usaha perkebunan di kota Meda sebagai
buruh. Semua elemen ini melebur menjadi satu kesatuan dengan identitas
baru yakni 'orang Medan'.
Perkembangan sebuah kota dari sisi ekonomi juga menciptakan
spot spot baru sebagai wujud urban. Esplanade (Lapangan Merdeka) sebagai
sebuah tempat terbuka umum menjadi sarana hiburan terbuka bagi orang
Medan, untuk sarana hiburan lainnya seperti toko toko yang menjajakan
barang barang baik dari kebutuhan primer, sekunder hingga tersier pun
mulai banyak dibuka dibarat daya Esplanade. Daerah yang dikenal dengan
nama Kesawan menjadi deretan pertokoan dan juga tempat bersosialisasi
bagi sesama orang Medan. Tidak ada perbedaan warna kulit maupun bangsa
di daerah ini, karena daerah ini hanya melihat seberapa banyak modal
yang dimiliki untuk berbelanja atau bahkan sekedar untuk membayar
secangkir kopi Jawa yang dahulu sangat terkenal.
Dengan kemajuan ini maka peradaban Medan pun berkembang mengikuti
laju modal dan trend dunia, banyak bangunan bangunan yang dianggap sudah
tidak modern lagi saat itu diganti dengan bangunan baru karena trend
yang sedang melanda dunia. Seperti pada corak Art Deco pada toko 'Bata'
di Kesawan dan beberapa bangunan dengan corak Art Deco lainnya yang ada
di kota Medan. Jika kita lihat visual lama yang ada di kota Medan dapat
kita lihat begitu banyak gaya seni arsitek yang ada di kota ini pada
masa Hindia Belanda. Bahkan bentuk ruko yang pada saat ini menjadi
seragam, pada saat itu ruko pun memiliki ciri khas antara satu dan yang
lainnya sebagai pembedanya. Untuk saat ini beberapa gaya Arsitek
tersebut juga masih dapat kita lihat di sepanjang jalan Kesawan ini
meski beberapa terlihat tidak terawat lagi.
![]() |
Gedung Di Sekitaran WarenHuis ( Sumber Gambar : nonikhairani ) |
Diantara banyak nya gedung dengan kekayaan seni arsitek di seputaran
Kesawan ini ada satu bangunan yang mungkin luput atau bahkan tidak
diketahui sama sekali sejarahnya oleh 'orang Medan' itu sendiri saat ini
meskipun seringkali bangunan ini dilewati atau bahkan menjadi objek
poto maupun video. Medan Warenhuis atau secara kata per kata dapat kita
sebut 'Pusat Pertokoan' yang jika kita konversi pada saat ini menjadi
Mall atau Plaza adalah sebuah bangunan yang berada di persimpangan jalan
Ahmad Yani (Huttenbachstraat) dan jalan Hindu (Hindoestraat). Bangunan
ini adalah pusat pertokoan terbesar dan pertama di Sumatra saat itu,
ketika Singapura belum menjadi sebuah destinasi perbelanjaan bagi kaum
sosialita. Warenhuis menjadi tempat bagi kalangan bermodal untuk
memuaskan hasrat belanjanya tentunya sesuai dengan banyaknya duit yang
mereka miliki.
![]() |
Letak bangunan ini mungkin jika dilihat dari perkembangan yang
ada di sepanjang jalan Kesawan dapat dikatakan agak ganjil karena
diposisikan agak tersembunyi di balik bangunan besar lainnya seperti
gedung Lonsum (London Sumatra). Tetapi jika kita lihat dari segi usaha
jual belinya mungkin posisi yang diambil gedung Warenhuis ini sudah
sangat tepat berada tepat di pinggiran sungai Deli. Dianggap tepatnya
pemilihan posisi bangunan karena moda transportasi sungai saat itu masih
menjadi bagian penting selain moda transportasi darat seperti kereta
api yang disuahakan oleh pihak DSM (Deli Spooweg Maatschapij). Warenhuis
yang didirikan pada 16 Februari 1919 dan dilakukan peletakan batu
pertamanya oleh walikota pertama kota Medan Baron Daniel Mackay
(ilustrasi prasasti) ini lantas berkembang menjadi pusat kapitalistik
bagi pelaku dan penggiat ekonomi di kota Medan bersama dengan beberapa
usaha serupa di seputar Kesawan.
Keindahan Arsitektur WarenHuis
Bangunan Warenhuis ini jika kita lihat baik baik sangat kaya akan
inspirasi seni pada bidang arsitektur, fascade gedung berbentuk huruf
'L' ini sangat sarat dengan gaya klasik eropa. Selain itu pada kedua
menara yang juga difungsikan sebagai entrance jalur masuk dapat kita
lihat bentuk gaya artdeco pada puncaknya. Pada beberapa jendela di
bagian atas kita juga dapat melihat jendela kaca dengan tekhnik patri,
sebuah tekhnik yang pada saat itu sangat dikagumi, bentuk seperti ini
dapat juga kita lihat pada koridor mesjid raya Medan dan beberapa
bangunan besar peninggalan Belanda lainnya di kota Medan. Jika kita
memasuki bangunan dari sisi utara kita langsung akan disambut oleh altar
tangga kayu menuju lantai dua dengan pola sederhana tetapi tidak
kehilangan kesan kemegahan eropa nya, lalu berjalan di lantai dua kita
juga akan disajikan deretan pintu pintu (sudah tidak sempurna lagi)
pertokoan yang berdiri secara mandiri antara satu toko dengan toko
lainnya.
![]() |
Keindahan Arsitektur Gedung WarenHuis ( Sumber Gambar : nonikhairani ) |
Dari lantai dua jika memandang kebawah kita akan melihat area luas di
tengah bangunan mungkin juga dahulu dijadikan tempat berjual beli
seperti yang sering kita jumpai pada pusat pusat perbelanjaan saat ini
dengan menggunakan steling steling kecil, melihat keatas kita akan lebih
terkagum melihat plafon bangunan ini terhampar luas penuh dengan sisa
sisa kaca patri, betapa indahnya plafon ini dimasanya ketika masih utuh.
Kesan penuh akan bangunan adalah sebuah kejayaan peradaban orang Medan
di tanahnya yang subur menjadi pusat penanaman modal asing ketika itu,
gedung yang dahulunya muncul dengan warna putih ditambah pilar pilar
marmernya menambah kesempurnaan kejayaan orang Medan saat itu menikmati
hasil tanahnya sendiri.
Perkembangan zaman yang pesat membuat cagar budaya menjadi
sumber daya budaya yang memiliki sifat rapuh, unik, langka terbatas, dan
tidak terbarukan. Dalam konteks menjaga cagar budaya dari ancaman
pembangunan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang
berada di lingkungan air, diperlukan pengaturan untuk menjamin
eksistensinya. Pengaturan mengenai perlindungan bangunan bersejarah
berdasarkan perundang-undangan meliputi aktifitas pembongkaran ataupun
pelanggaran terhadap bangunan bersejarah.
![]() |
Keindahan Arsitektur Gedung WarenHuis ( Sumber Gambar : nonikhairani ) |
Usaha Pemerintah melalui UU No. 11 Tahun 2010 telah menetapkan
beberapa klasifikasi zona wilayah yang diperuntukkan untuk perumahan
atau pemukiman, perdagangan, perkantoran, pendidikan dan lain-lain.
Bangunan kuno yang memiliki nilai sejarah tersebut dapat dikategorikan
sebagai benda cagar budaya dan mendapat perlindungan dari Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya.
Cagar budaya menjelaskan bahwa cagar budaya merupakan warisan budaya
bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya,
struktur cagar budaya, situs cagar budaya, kawasan cagar budaya di
darat/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki
nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Hal tersebut menjelaskan
bahwa bangunan cagar budaya merupakan cagar budaya yang perlu
dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah.
Pelestarian bangunan cagar budaya yang memiliki nilai penting bagi
sejarah didasarkan pada Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2010 Tentang Cagar Budaya.
- Anderson. John. 1826. Mission To The East Coast Of Sumatera. Cambridge Press.
- Said, Mohammad. 1977. Koeli Kontrak Tempo Doeloe. Medan: Penerbit Waspada.
- Sinar, Luckman. 2005. The History Of Medan. Medan: Percetakan Perwira.