BREAKING NEWS

Menu

Sejarah PT. Pos Indonesia, Dibangun Oleh VOC Belanda Hingga Isu Ancaman Bangkrut


Sejarah PT. Pos Indonesia - Sejarah - Zaman yang terus berubah ternyata menjadi tantangan yang besar sekaligus menantang bagi PT. Pos Indonesia. Dilansir dari finance.detik.com, perusahaan pelat merah milik negara itu ramai dibicarakan dalam cuitan Twitter dan disebut-sebut nyaris bangkrut. Tak hanya itu, PT. Pos Indonesia bahkan dikabarkan sampai meminjam uang hanya untuk membayar tunggakan gaji karyawannya.

Miris memang. Jika dilihat ke belakang, ada banyak nilai historis dari PT. Pos Indonesia yang dulu menjadi ikon dengan sosok ‘pak pos’ bersepeda keliling untuk mengantarkan surat. lebih jauh lagi, eksistensi perusahaan tersebut tak lepas dari kolonla Belanda kala mereka masih bercokol dan memerintah tanah nusantara ini, hingga akhirnya menjadi PT.POS yang dimiliki sepenuhnya oleh anak negeri.

‘Jasa’ kolonial Belanda yang kelak menjadi cikal bakal PT. POS Indonesia

Adalah sosok Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff (1743-1750), yang berjasa di balik berdirinya kantor pos pertama di Hindia Belanda (Indonesia) pada 6 Agustus 1746 di Batavia (Jakarta). Dilansir dari tirto.id Semua ini terjadi saat kelompok dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), masih berkuasa di Hindia atau Indonesia pada 1746.

Sosok Gubernur Jenderal Gustav Willhem van Imhoff [sumber gambar]

Adanya wabah malaria pada 1733 dan tragedi pembunuhan besar-besaran terhadap orang-orang Cina di tahun 1740, menjadi sebuah peristiwa yang memukul kegiatan perdagangan pada saat itu. Alhasil, hal inilah yang kemudian melatarbelakangi van Imhoff untuk mendirikan sebuah badan yang bisa memperlancar pelayaran bebas dan menunjang perniagaan. Salah satunya adalah lewat pos.

Institusi Pos Kolonial 


Setelah kantor pos pertama di Batavia berdiri, empat tahun kemudian dibangun pula kantor pos di Semarang agar tercipta jalur perhubungan pos yang teratur antara kedua kota besar itu. Rute perjalanan pos kala itu ialah melalui Karawang, Cirebon, dan Pekalongan. Dibukanya Jalan Raya Pos atau De Grote Postweg kian memperlancar akses distribusi informasi di Hindia. Dalam Colonial Exploitation and Economic Development (2013) suntingan Ewout Frankema disebutkan, jalan itu dibangun pada masa awal Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811).

Daendels mempelopori pembukaan jalur sepanjang 1.000 kilometer di pesisir utara Jawa dari Anyer sampai Panarukan. Sayangnya, tulis Jan Breman dalam buku Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa (2014), proyek besar ini menelan belasan ribu korban jiwa dari orang-orang bumiputra yang dijadikan pekerja paksa. Kini, jalan panjang bikinan Daendels tersebut dikenal dengan nama Jalur Pantura (Pantai Utara) dan menjadi salah satu jalur transportasi terpenting di Jawa- di kutip dari laman, tirto.id

Perjalanan pos era kolonial hingga menjadi BUMN milik Indonesia

Empat tahun setelah kantor pos Batavia berdiri, pembangunan kemudian dilanjutkan di Semarang. Wilayah seperti Karawang, Cirebon dan Pekalongan menjadi akses yang menghubungkan antara kedua kota besar tersebut. Saat Gubernur Jenderal Herman Willian Daendels berkuasa (1808-1811), ia berhasil membuka Jalan Raya Pos atau De Grote Postweg. Peristiwa sejarah itu disebutkan oleh Dalam Colonial Exploitation and Economic Development (2013) suntingan Ewout Frankema yang dikutip dari tirto.id.

Jawatan Pos dan Telegraf di Hindia Belanda berganti nama lagi menjadi Posts Telegraafend Telefoon Dienst atau Jawatan Pos, Telegraf, dan Telepon (PTT) pada 1906 seiring mulai krusialnya kebutuhan telekomunikasi dengan telepon. Sejak 1931, sebut Hermawan Kertajaya dan kawan-kawan dalam On Becoming a Customer-Centric Company: Transformasi Telkom Menjadi Perusahaan Berbasis Pelanggan (2004), Posts Telegraafend Telefoon Dienst atau Jawatan Pos menjadi perusahaan negara kolonial.


Salah satu kantor pos dan telegraf di zaman kolonial [sumber gambar]

Pos sendiri sempat tergabung dengan telegraf yang bernama Telegraf, dan Telepon (PTT) pada 1906. Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya kebutuhan telekomunikasi dengan telepon. Pada tahun 1961, Jawatan PTT menjadi perusahaan negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan berubah nama menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel). Beranjak ke 1965, PN Postel kemudian dipecah menjadi badan yang terpisah, yakni PN Pos dan Giro serta PN Telekomunikasi.

Berubah menjadi PT hingga menghadapi isu ancaman bangkrut

Saat Soeharto menjadi Presiden di era Orde Baru, PN Pos dan Giro kemudian berganti menjadi Perusahaan Umum Pos dan Giro. Pada tanggal 20 Juni 1995, Statusnya kembali berubah menjadi Perseroan Terbatas (PT) dengan nama PT Pos Indonesia (Persero) hingga saat ini. Seiring perubahan zaman, pasang surut bisnis kerap ditemui oleh perusahaan BUMN tersebut.

Ilustrasi karyawan PT. Pos Indonesia [sumber gambar]

Saat ini, beredar kabar bahwa PT. Pos Indonesia tengah menghadapi ancaman serius. Dikutip dari finance.detik.com, perusahaan itu tengah menghadapi isu ancaman bangkrut. Namun, hal tersebut ternyata dibantah oleh SVP Kerjasama Strategis dan Kelembagaan Pos Indonesia, Pupung Purnama. “Ya kalau bangkrut sih nggak lah. Mudah-mudahan nggak,. “Harus didoakan jangan (bangkrut) lah,” ujarnya yang dikutip dari finance.detik.com.

Berita soal PT. POS yang sempat meminjam uang untuk membayar tunggakan gaji karyawan memang menyedihkan. Mengingat, perusahaan milik BUMN tersebut dianggap telah memiliki nilai secara historis dan telah menjadi ikon untuk mengirim surat maupun barang milik. Mudah-mudahan, Pos Indonesia bisa segera memulihkan masalah yang kini membelit institusi mereka.


Sumber Artikel : 
1. https://tirto.id/sejarah-pt-pos-indonesia-dari-zaman-voc-hingga-jadi-bumn-dfSA 
2.https://www.boombastis.com/sejarah-pt-pos-indonesia/230614

Share artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg