BREAKING NEWS

Menu

Kete Kesu : Menjelajahi Potret Kebudayaan Megalitik Tanah Toraja


Kete Kesu - NusaPedia - Kete Kesu - Membicarakan keunikan kebudayaan indonesia tidak akan ada habisnya,mulai dari sabang hingga marauke tentunya memiliki keanekaragaman budayanya masing-masing.Berbicara mengenai Kete Kesu dan Suku Toraja tentu dalam benak kita terbayang sebuah etnik suku yang memiliki rumah panggung besar dengan atap menyerupai moncong perahu dan upacara adatnya yang melibatkan banyak orang untuk terlibat dan reputasinya pada hari ini telah mengarungi banyak negara. 

Kete Kesu
Daya tarik yang berasal dari khasanah kebudayaannya, arsitektur tradisional yang inspiratif serta kaya makna, dan keagungan prosesi adatnya menjadikan Tana Toraja memiliki nilai-nilai tersendiri yang pada hari ini banyak diminati oleh wisatawan untuk mengunjungi daerah tersebut. Hal ini diperkuat dengan kearifan lokal yang nilai-nilainya masih dijalankan oleh masyarakat sekitar Tana Toraja. Suku Tana Toraja yang pada hari ini masih mendiami daerah pegunungan masih mempertahankan gaya hidup Austronesia yang asli dan cenderung memiliki kemiripan dengan budaya yang ada di Nias.

Pada hari ini diperkirakan populasi masyarakat suku toraja telah mencapai sekitar satu juta jiwa. Sekitar 50% dari total jumlah masyarakat Suku Toraja masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja dan kabupaten tetangga seperti Kabupaten Toraja Utara dan Kabupaten Mamasa sisanya banyak masyarakat yang berasal dari Suku Toraja yang kini telah menetap di kota-kota lainnya di Sulawesi dan tidak sedikit juga yang merantau keluar Sulawesi. Kepercayaan yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Toraja adalah Kristen. Sementara sebagian ada yang menganut agama Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal dengan Aluk To Dolo.

Mengenal Budaya Kete Kesu

Kete Kesu
Kete Kesu merupakan wisata pavorit terletak di provinsi Sulawesi Selatan kawasan kabupaten Toraja. Kelompok 1 memfokuskan penelitian di kampung Kete’ Kesu yaitu: Upacara pemakaman (rante), area kuburan, area pemukiman yang terdiri dari rumah Tongkonan (rumah adat suku Toraja), ekonomi, persepsi dan perilaku masyrakat setempat serta agama yang berperan di Toraja.

Kete’ Kesu adalah suatu desa wisata di kawasan Tana Toraja yang dikenal karena adat dan kehidupan tradisional masyarakat dapat ditemukan di kawasan ini.Di dalam Kete Kesu terdapat peninggalan purbakala berupa kuburan batu yang diperkirakan berusia 500 tahun lebih. Di dalam kubur batu yang menyerupai sampan atau perahu tersebut, tersimpan sisa-sisa tengkorak dan tulang manusia. 

Hampir semua kubur batu diletakkan menggantung di tebing atau gua. Selain itu, di beberapa tempat juga terlihat kuburan megah milik bangsawan yang telah meninggal dunia.Terletak 4 km di bagian tenggara Rantepao, Kete Kesu terdiri dari padang rumput dan padi yang mengelilingi rumah adat Tana Toraja, yaitu Tongkonan. Sebagian rumah adat yang terletak di desa ini diperkirakan berumur sekitar 300 tahun dan letakknya berhadapan dengan lumbung padi kecil.

Kete Kesu
Tidak hanya terdiri dari 6 Tongkonan dan 12 lumbung padi, Kete Kesu juga memiliki tanah seremonial yang dihiasi oleh 20 menhir. Di dalam salah satu Tongkonan terdapat museum yang berisi koleksi benda adat kuno Toraja, mulai dari ukiran, senjata tajam, keramik, patung, kain dari Cina, dan bendera Merah Putih yang konon disebutkan merupakan bendera pertama yang dikibarkan di Toraja. Selain itu, di dalam museum ini juga terdapat pusat pelatihan pembuatan kerajinan dari bambu.

Desa Kete Kesu merupakan kawasan cagar budaya dan pusat berbagai upacara adat Toraja yang meliputi pemakaman adat yang dirayakan dengan meriah (Rambu Solo), upacara memasuki rumah adat baru (Rambu Tuka), serta berbagai ritual adat lainnya. Pada bulan Juni - Desember, berbagai upacara dan perayaat adat umumnya dilakukan oleh masyarakat sekita di lokasi ini. Beberapa makam adat di Kete Kesu telah ditutup dengan jeruji besi untuk mencegah pencurian patung jenazah adat (tau-tau). 

Kete Kesu
Beberapa jenazah dapat dilihat jelas dari luar bersama dengan harta yang dikuburkan di dalamnya. Peti mati tradisional (erong) yang terdapat di desa ini tidak hanya berbentuk seperti perahu, namun juga ada yang berbentuk kerbau dan babi dengan pahatan atau ukiran yang menghiasi. 

Kete Kesu memang unik. Begitu memasuki perkampungan, berderet tongkonan dan alang sura yang saling berhadapan. Tongkonan adalah rumah adat Toraja, sedangkan alang sura merupakan lumbung padi. Tongkonan-tongkonan di Kete Kesu memiliki ukiran yang indah. Tanduk kerbau berderet di depannya, menandakan tingginya status sosial si pemilik rumah.Tongkonan dan alang sura dimiliki secara turun temurun. 

Tongkonan-tongkonan di Kete Kesu sudah tua, bahkan ada yang diperkirakan berumur sekitar 300 tahun. Atapnya yang terbuat dari susunan bambu sudah ditumbuhi rumput liar. Namun, pemiliknya sengaja tidak membersihkannya. Rumput ini bisa berguna untuk mencegah kebocoran dari air hujan.Selain deretan tongkonan dan alang sura, kita juga bisa melihat ukiran dan pahatan patung di Kete Kesu. Beberapa penduduk desa memang ahli mengukir dan memahat patung. 

Kete Kesu
Mereka juga terbiasa membuat tau-tau , patung yang digunakan untuk upacara pemakaman dalam adat Toraja. Mereka juga sering menggunakan keahlian untuk mengukir peti mati dan rumah adat. Di belakang deretan tongkonan, ada kompleks pemakaman yang berdinding batu kapur. Konon, makam-makam tua di sini berumur hingga 700 tahun. 

Tulang-tulang dan tengkorak berserakan di dalam gua dan di sekitar pemakaman. Peti-peti mati atau erong dipahat menyerupai bentuk perahu, kerbau, dan babi. Ada juga patene atau makam modern yang berbentuk rumah-rumahan. Puluhan tau-tau yang membisu, terkunci di dalam sebuah ruangan khusus. Kalau tidak dikunci, ada saja orang yang berniat jahat dan mencuri tau-tau itu.Kete Kesu memang salah satu warisan Toraja yang istimewa. Kete Kesu telah menyimpan banyak cerita tentang budaya Toraja.

Uniknya Budaya Toraja

Kete Kesu
Toraja ditetapkan sebagai cagar budaya oleh UNESCO. Mengapa bisa ditetapkan sebagai cagar budaya? Tentu karena Kete’ Kesu mempunyai keunikan budaya yang tak dimiliki tempat lain dan wajib dilestarikan.

Suku Toraja (Kete’ Kesu) melakukan tarian dalam beberapa acara, kebanyakan dalam upacara penguburan. Mereka menari untuk menunjukkan rasa duka cita, dan untuk menghormati sekaligus menyemangati arwah almarhum karena sang arwah akan menjalani perjalanan panjang menuju akhirat.

Secara sadar atau tidak sadar, masyarakat toraja hidup dan tumbuh dalam sebuah tatanan masyarakat yang menganut filosofi tau. Filosofi tau dibutuhkan sebagai pegangan dan arah menjadi manusia (manusia="tau" dalam bahasa toraja) sesungguhnya dalam konteks masyarakat toraja. Filosofi tau memiliki empat pilar utama yang mengharuskan setiap masyarakat toraja untuk menggapainya, antara lain: - Sugi' (Kaya) - Barani (Berani) - Manarang (Pintar) - Kinawa (memiliki nilai-nilai luhur, agamis, bijaksana) Keempat pilar di atas tidak dapat di tafsirkan secara bebas karena memiliki makna yang lebih dalam daripada pemahaman kata secara bebas. 

Seorang toraja menjadi manusia yang sesungguhnya ketika dia telah memiliki dan hidup sebagai Tau.Masyarakat suku Toraja memiliki sedikit gagasan secara jelas mengenai diri mereka sebagai sebuah kelompok etnis sebelum abad ke-20. Sebelum penjajahan Belanda dan masa pengkristenan, suku Toraja, yang tinggal di daerah dataran tinggi, dikenali berdasarkan desa mereka, dan tidak beranggapan sebagai kelompok yang sama. 

Meskipun ritual-ritual menciptakan hubungan di antara desa-desa, ada banyak keragaman dalam dialek, hierarki sosial, dan berbagai praktik ritual di kawasan dataran tinggi Sulawesi. "Toraja" (dari bahasa pesisir to, yang berarti orang, dan Riaja, dataran tinggi) pertama kali digunakan sebagai sebutan penduduk dataran rendah untuk penduduk dataran tinggi. Akibatnya, pada awalnya "Toraja" lebih banyak memiliki hubungan perdagangan dengan orang luar, seperti suku Bugis dan suku Makassar, dan suku Mandar yang menghuni sebagian besar dataran rendah di Sulawesi daripada dengan sesama suku di dataran tinggi.
Kete Kesu
Kehadiran misionaris Belanda di dataran tinggi Toraja memunculkan kesadaran etnis Toraja di wilayah Sa'dan Toraja, dan identitas bersama ini tumbuh dengan bangkitnya pariwisata di Tana Toraja. Sejak itu, Sulawesi Selatan memiliki empat kelompok etnis utama suku Bugis (meliputi pembuat kapal dan pelaut), suku Makassar (pedagang dan pelaut), suku Mandar (pedagang, pembuat kapal dan pelaut), dan suku Toraja (petani di dataran tinggi).

Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama pentingnya. Ketika ada para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan melakukan ritual kematian. Akibatnya, ritual kematian masih sering dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai jarang dilaksanakan.

Bagaimana Cara Anda Kesana..??

Kete Kesu
Bandara Internasional Sultan Hasanuddin terletak 17km sebelah timur laut dari Makassar, ibukota Sulawesi Selatan dan kota terbesar di pulau Sulawesi. Penerbangan internasional tersedia dari Singapura dan Kuala Lumpur masing-masing pada Garuda dan Air Asia, dan dalam negeri dari Jakarta, Surabaya, Bali, Yogyakarta, Balikpapan dan beberapa kota besar lainnya di Indonesia.
Satu-satunya perjalanan ke Toraja dari bandara Makassar melalui darat. Tidak ada penerbangan antara Makassar dan Toraja.

• Tersedia ke Rantepao yang berangkat dari Makassar setiap hari. Perjalanan memakan waktu sekitar 8 jam termasuk berhenti untuk makan. Tiket harus dibeli di kota, berangkat dari terminal bus DAYA, 20 menit dari kota oleh bemo. Bus ini biasanya pergi di pagi hari (jam 7 pagi) dan di malam hari (pukul 7 malam).

• Beberapa perusahaan di Rantepao menjalankan bus kembali ke Makassar. Jumlah bus setiap hari tergantung pada jumlah penumpang.
• Cara yang terbaik dan termudah adalah menghubungi agen perjalanan yang berpengalaman untuk mengatur dan mengurus jadwal lengkap Anda ke dataran tinggi Toraja.

Setelah di Toraja, ke Kete Kesu ' sekitar setengah jam perjalanan dari Rantepao, pusat pariwisata Toraja. Banyak pihak hotel mengatur paket wisata atau penyewaan mobil, tetapi kota ini juga dapat dieksplorasi melalui taksi, atau transportasi lokal umum seperti Bemo, (mini-van) atau ojek).

Kapan Sebaiknya Anda Harus Kesana...??

Kete Kesu
Waktu terbaik untuk mengunjungi, dan menikmati "wisata budaya penuh" dari Kete Kesu 'dari bulan Juni sampai Desember. "Rambo Solo" biasanya diadakan selama bulan-bulan ini, dan bisa bertahan hingga seminggu. Rambo Solok adalah pemakaman tradisional yang rumit dan upacara yang paling penting di Toraja.

Puluhan hingga ratusan kerbau dipotong selama upacara, seperti Suku Toraja percaya bahwa roh-roh hewan adalah sarana bagi jiwa untuk mencapai Nirvana. Kerbau yang juga merupakan simbol kekayaan dan kekuasaan; jumlah hewan kurban melambangkan status individu. Untuk kelas menengah, 8 kerbau dan 50 ekor babi yang diperlukan untuk upacara, sementara bangsawan mungkin memerlukan hingga 100 kerbau. Tanduk kerbau dan rahang yang terakumulasi selama beberapa generasi, dan digunakan untuk menghias Tongkonan, bermegah atas jumlah hewan kurban di pemakaman.

Kete Kesu
Rambo Solo adalah upacara yang sangat mahal dan dapat ditunda selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, dalam rangka memenuhi aturan rinci dan persiapan yang panjang. Selama waktu ini, mayat disimpan dalam ruang di rumah, dan tidak boleh dikubur di atas bukit.

Menurut tradisi, mereka yang dimakamkan secara rahasia tanpa upacara dan pengorbanan, akan membawa malu kepada nenek moyang mereka di surga serta keturunan mereka di bumi. Tadibaa Bongi adalah istilah bagi mereka yang kematiannya tidak dirayakan, dan digunakan untuk mengekspresikan sikap pengecut dan aib bagi keluarga.

Setelah penyembelihan binatang, upacara terakhir diadakan di gereja, sebagian besar masyarakat Suku Toraja Kristen. Kemudian peti mati dibawa dalam prosesi ke situs pemakaman. Massa mengikuti jejak di belakang, bertepuk tangan, tertawa dan bersorak-sorai, seperti kebiasaan untuk menakut-nakuti roh-roh jahat. Susah payah orang-orang membawa sebuah peti mati, melalui tangga bambu panjang, dan ke kuburan yang ditentukan. Akhirnya, peti mati diposisikan di tempat peristirahatan terakhir, dan orang-orang mengucapkan selamat tinggal terakhir mereka.

Sebenarnya Indonesia memiliki ragam kebudayaan dan suku-suku di dalamnya, tetapi banyak masyarakat yang tidak mengenal kebudayaan apa saja yang ada dinegerinya. Salah satu contohnya adalah Toraja dan Kete Kesu, suku yang berdiam di provinsi Sulawesi Selatan ini memiliki banyak kebudayaan-kebudayaan yang unik. Dari mulai suku-suku, bahasa, adat perkawinan, upacara adat kematian, makanan khas, dan objek wisata yang beragam dan unik.

Share artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg