WarenHuis : Napak Tilas Kedigjayaan Ekonomi Hindia Belanda di awal abad ke-20 Di Kota Medan

Perkembangan sejarah Warenhuis turut mencatat pula perkembangan wilayah Deli menjadi Kota Medan yang kompleks dan modern

WarenHuis ( Sumber Gambar : flickr.com )

WarenHuis - Wisata Sejarah - Sejalan dengan laju perubahan zaman dan gaya arsitektur bangunan yang menyertainya, bangunan-bangunan yang ada sejak permulaan terbentuknya kota Medan perlahan mulai hilang. Banyak bangunan dengan gaya arsitektur yang unik dan signifikan hilang dan berganti dengan bangunan-bangunan komersial yang hanya mengutamakan fungsi. 

Adaptive reuse sebagai usaha pelestarian dan perlindungan yang akan menciptakan sebuah fungsi yang optimal dengan tetap melindungi ataupun memelihara keaslihan dari sesuatu yang ingin difungsikan baik dari fisik bangunan, nilai sejarah tempat atau bangunan tua tersebut Upaya merevitalisasikan Gedung Warenhuis melalui pendekatan adaptive reuse berupa penggunaan gedung ini dengan fungsi baru.

tepatnya menjadikan gedung Warenhuis ini sebagai museum/ galeri sejarah Kota Medan Fokus penelitian membahas tentang bagaimana memfungsikan gedung yang tidak terawatdan tidak berfungsi optimal menjadi gedung yang berfungsi optimal sehingga gedung terawat dengan fungsi barunya, dimana penmberian fungsi baru pada gedung tidak menyalahi teori-teori yang berlaku pada upaya konservasi bangunan bersejarah.

Sejarah Gedung WarenHuis

Warenhuis, Gedung Heritage Pasar Modern Medan Zaman Hindia Belanda ( Sumber Gambar : urbanasia )

Perkembangan wilayah Deli yang kemudian dikenal sebagai Kota Medan menjadi saksi keberadaan aspek-aspek pendukung kehidupan; keberadaan perkebunan tembakau yang menjadi denyut kehidupan masa itu, kehidupan multi-etnis yang menjadi bagian keberagaman dan interaksi dan sarana transportasi kereta api yang menunjang aspek mobilitas perkebunan dan penduduk. Hal tersebut memberi tinggalan berupa fisik-fisik bangunan yang memuat beragam cerita menarik dan mampu menjadi sarana reflektif kehidupan masa kini.

Keberadaan bangunan sebagai penunjang kegiatan aktifitas masa itu dipengaruhi oleh pola interaksi masyarakat yang multi-etnis, hal ini tergambar dari pola tata ruang bangunan, arsitektural bangunan yang vernakularis hingga keterkaitan dengan masa art-deco yang turut menjadi warna fisik bangunan.

Gedung WarenHuis Masa Hindia Belanda ( Sumber Gambar : pinimg.com )

Keberadaan bangunan bersejarah Warenhuis di Kota Medan menjadi sebentuk kajian preservasi terhadap keberadaan bangunan bersejarah di Kota Medan, yang tidak hanya sebagai tinggalan masa lalu semata melainkan juga sebagai simbol keterkaitan sejarah antar masa dan juga sebagai bagian kekayaan arsitektural Kota Medan yang beragam.

Warenhuis adalah sebuah bangunan bersejarah zaman Belanda yang masih berdiri tegak di Jalan Hindu Medan.

Letaknya tidak jauh dari Masjid Bengkok. Dahulu kala, gedung megah Warenhuis adalah supermarket toserba tempat menjual bahan-bahan pangan dan perabotan rumah tangga.

Di depan pintu masuk Warenhuis tertoreh tulisan, “op den 16:2:1919, werd voor dit gebouw, de eerste, steen gelegd door, Daniel Baron Mackay Burgermeester Van Medan,” diartikan kira-kira seperti ini: “Peletakan batu pertama Warenhuis oleh Wali Kota Medan, Daniel Baron Mackay, pada Hari Minggu, 16 Februari 1919.” Warenhuis yang berada di Jalan Hindu sangat menarik untuk diteliti ulang.

Awal mula gedung dibangun, gedung ini berfungsi sebagai kamar dagang Belanda, lalu beralih fungsi sebagai gedung opera dan setelah Indonesia merdeka gedung ini menjadi gedung perkantoran.  

Kadis Kebudayaan Kota Medan Suherman usai meninjau ruang bawah tanah di gedung tua Jalan Ahmad Yani VII. Ruang bawah tanah tersebut dikabarkan memiliki lorong-lorong yang terhubung ke kediaman Tjong A Fie, Istana Maimoon, Sunga Deli dan gedung bersejarah lainnya. (foto: bsk)

Bangunan berukuran sekitar 15 x 30 meter itu memiliki bungker sebagai area menyimpan barang dagangan (gudang) sebelum disajikan kepada pembeli. Supermarket ini menjual berbagai jenis barang, mulai makanan, pakaian, hingga produk elektronik. Dulunya hanya orang-orang kaya pribumi, bangsawan, Eropa dan Cina yang dapat berbelanja di toserba ini.

Gedung ini bisa menjadi saksi dan bukti kalau sistem perdagangan di Kota Medan sudah maju sejak lama. Akan tetapi, keberadaan Medan Warenhuis akhirnya tersingkir begitu Jepang masuk ke Kota Medan. “Keberadaan supermarket ini hanya bertahan sekitar 23 tahun. Karena sekitar 1942 pemilik supermarket kembali ke Belanda lantaran kondisi Medan yang sudah mulai tidak kondusif, dijajah Jepang,” kata Erond (Sekretaris Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial (PUSSIS) Unimed).

Setelah dilepas pemilik supermarket, keberadaan bangunan masih tetap kokoh. Bahkan bangunan tersebut sempat dijadikan salah satu kantor oleh pemerintah, yakni sebagai Kantor Departemen Tenaga Kerja.

Fungsi WarenHuis Pada Masa Hindia Belanda


Sejak 1918, Medan pun menjadi sebuah kota tempat bertemunya pemilik modal dan pengguna modal, dari hampir seluruh bangsa di dunia dan suku di Indonesia. Berbagai elemen yang ada pun memainkan perannya secara maksimal pada bentuk wujud baru tanah Deli ini. Bangsa Arab, Punjab dan Tionghoa contohnya, mereka secara harmonis memajukan perekonomian Medan dengan keahlian dagang yang mereka miliki.


Beberapa golongan Tionghoa juga tercatat menjadi ahli dalam bidang perkayuan di kota baru ini. Suku Jawa, etnis Tamil dan beberapa golongan Tionghoa menjadi motor dalam memajukan usaha perkebunan di kota Meda sebagai buruh. Semua elemen ini melebur menjadi satu kesatuan dengan identitas baru yakni 'orang Medan'.

Perkembangan sebuah kota dari sisi ekonomi juga menciptakan spot spot baru sebagai wujud urban. Esplanade (Lapangan Merdeka) sebagai sebuah tempat terbuka umum menjadi sarana hiburan terbuka bagi orang Medan, untuk sarana hiburan lainnya seperti toko toko yang menjajakan barang barang baik dari kebutuhan primer, sekunder hingga tersier pun mulai banyak dibuka dibarat daya Esplanade. Daerah yang dikenal dengan nama Kesawan menjadi deretan pertokoan dan juga tempat bersosialisasi bagi sesama orang Medan. Tidak ada perbedaan warna kulit maupun bangsa di daerah ini, karena daerah ini hanya melihat seberapa banyak modal yang dimiliki untuk berbelanja atau bahkan sekedar untuk membayar secangkir kopi Jawa yang dahulu sangat terkenal.

Dengan kemajuan ini maka peradaban Medan pun berkembang mengikuti laju modal dan trend dunia, banyak bangunan bangunan yang dianggap sudah tidak modern lagi saat itu diganti dengan bangunan baru karena trend yang sedang melanda dunia. Seperti pada corak Art Deco pada toko 'Bata' di Kesawan dan beberapa bangunan dengan corak Art Deco lainnya yang ada di kota Medan. Jika kita lihat visual lama yang ada di kota Medan dapat kita lihat begitu banyak gaya seni arsitek yang ada di kota ini pada masa Hindia Belanda. Bahkan bentuk ruko yang pada saat ini menjadi seragam, pada saat itu ruko pun memiliki ciri khas antara satu dan yang lainnya sebagai pembedanya. Untuk saat ini beberapa gaya Arsitek tersebut juga masih dapat kita lihat di sepanjang jalan Kesawan ini meski beberapa terlihat tidak terawat lagi.

Gedung Di Sekitaran WarenHuis ( Sumber Gambar : nonikhairani )

Diantara banyak nya gedung dengan kekayaan seni arsitek di seputaran Kesawan ini ada satu bangunan yang mungkin luput atau bahkan tidak diketahui sama sekali sejarahnya oleh 'orang Medan' itu sendiri saat ini meskipun seringkali bangunan ini dilewati atau bahkan menjadi objek poto maupun video. Medan Warenhuis atau secara kata per kata dapat kita sebut 'Pusat Pertokoan' yang jika kita konversi pada saat ini menjadi Mall atau Plaza adalah sebuah bangunan yang berada di persimpangan jalan Ahmad Yani (Huttenbachstraat) dan jalan Hindu (Hindoestraat). Bangunan ini adalah pusat pertokoan terbesar dan pertama di Sumatra saat itu, ketika Singapura belum menjadi sebuah destinasi perbelanjaan bagi kaum sosialita. Warenhuis menjadi tempat bagi kalangan bermodal untuk memuaskan hasrat belanjanya tentunya sesuai dengan banyaknya duit yang mereka miliki.


Letak bangunan ini mungkin jika dilihat dari perkembangan yang ada di sepanjang jalan Kesawan dapat dikatakan agak ganjil karena diposisikan agak tersembunyi di balik bangunan besar lainnya seperti gedung Lonsum (London Sumatra). Tetapi jika kita lihat dari segi usaha jual belinya mungkin posisi yang diambil gedung Warenhuis ini sudah sangat tepat berada tepat di pinggiran sungai Deli. Dianggap tepatnya pemilihan posisi bangunan karena moda transportasi sungai saat itu masih menjadi bagian penting selain moda transportasi darat seperti kereta api yang disuahakan oleh pihak DSM (Deli Spooweg Maatschapij). Warenhuis yang didirikan pada 16 Februari 1919 dan dilakukan peletakan batu pertamanya oleh walikota pertama kota Medan Baron Daniel Mackay (ilustrasi prasasti) ini lantas berkembang menjadi pusat kapitalistik bagi pelaku dan penggiat ekonomi di kota Medan bersama dengan beberapa usaha serupa di seputar Kesawan.

Keindahan Arsitektur WarenHuis

Bangunan Warenhuis ini jika kita lihat baik baik sangat kaya akan inspirasi seni pada bidang arsitektur, fascade gedung berbentuk huruf 'L' ini sangat sarat dengan gaya klasik eropa. Selain itu pada kedua menara yang juga difungsikan sebagai entrance jalur masuk dapat kita lihat bentuk gaya artdeco pada puncaknya. Pada beberapa jendela di bagian atas kita juga dapat melihat jendela kaca dengan tekhnik patri, sebuah tekhnik yang pada saat itu sangat dikagumi, bentuk seperti ini dapat juga kita lihat pada koridor mesjid raya Medan dan beberapa bangunan besar peninggalan Belanda lainnya di kota Medan. Jika kita memasuki bangunan dari sisi utara kita langsung akan disambut oleh altar tangga kayu menuju lantai dua dengan pola sederhana tetapi tidak kehilangan kesan kemegahan eropa nya, lalu berjalan di lantai dua kita juga akan disajikan deretan pintu pintu (sudah tidak sempurna lagi) pertokoan yang berdiri secara mandiri antara satu toko dengan toko lainnya.

Keindahan Arsitektur Gedung WarenHuis ( Sumber Gambar : nonikhairani )
Dari lantai dua jika memandang kebawah kita akan melihat area luas di tengah bangunan mungkin juga dahulu dijadikan tempat berjual beli seperti yang sering kita jumpai pada pusat pusat perbelanjaan saat ini dengan menggunakan steling steling kecil, melihat keatas kita akan lebih terkagum melihat plafon bangunan ini terhampar luas penuh dengan sisa sisa kaca patri, betapa indahnya plafon ini dimasanya ketika masih utuh. Kesan penuh akan bangunan adalah sebuah kejayaan peradaban orang Medan di tanahnya yang subur menjadi pusat penanaman modal asing ketika itu, gedung yang dahulunya muncul dengan warna putih ditambah pilar pilar marmernya menambah kesempurnaan kejayaan orang Medan saat itu menikmati hasil tanahnya sendiri.

Perkembangan zaman yang pesat membuat cagar budaya menjadi sumber daya budaya yang memiliki sifat rapuh, unik, langka terbatas, dan tidak terbarukan. Dalam konteks menjaga cagar budaya dari ancaman pembangunan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang berada di lingkungan air, diperlukan pengaturan untuk menjamin eksistensinya. Pengaturan mengenai perlindungan bangunan bersejarah berdasarkan perundang-undangan meliputi aktifitas pembongkaran ataupun pelanggaran terhadap bangunan bersejarah.

Keindahan Arsitektur Gedung WarenHuis ( Sumber Gambar : nonikhairani )

Usaha Pemerintah melalui UU No. 11 Tahun 2010 telah menetapkan beberapa klasifikasi zona wilayah yang diperuntukkan untuk perumahan atau pemukiman, perdagangan, perkantoran, pendidikan dan lain-lain. Bangunan kuno yang memiliki nilai sejarah tersebut dapat dikategorikan sebagai benda cagar budaya dan mendapat perlindungan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya.

Cagar budaya menjelaskan bahwa cagar budaya merupakan warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, kawasan cagar budaya di darat/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Hal tersebut menjelaskan bahwa bangunan cagar budaya merupakan cagar budaya yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah. Pelestarian bangunan cagar budaya yang memiliki nilai penting bagi sejarah didasarkan pada Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.

Referensi
  1. Anderson. John. 1826. Mission To The East Coast Of Sumatera. Cambridge Press.
  2. Said, Mohammad. 1977. Koeli Kontrak Tempo Doeloe. Medan: Penerbit Waspada.
  3. Sinar, Luckman. 2005. The History Of Medan. Medan: Percetakan Perwira.